Merasa


Merasa

“Merasa” itu pintu masuk menuju : BENAR YANG SEBENARNYA.

Maksud dari “Merasa” : Mengetahui kesalahan atau cela dari diri sendiri.

Kesalahan atau tercela, itu tentu terjerumus, JIKA TIDAK DIBENARKAN atau DIROBAH.

Membetulkan atau merobah itu tidak bisa terlaksana, jika tidak didasari NIAT.

Tidak akan ada Niat : sebelum merasa.

Sepi dari rasa merasa : Gagal dan tidak akan berhasil.

Mengetahui kesalahan atau cela diri, untuk bisa menjadi jelas hanya dengan cara TEKUN dan TELITI.

Sehingga “Niat” untuk mengetahui kesalahan diri itu, dengan tekun dan teliti, itu modal nomor satu, bagi orang yang mencari ilmu yang nyata.

Semakin tekun dan telaten, semakin cukup modalnya, dan sebaliknya : Semakin kurang merasa diri, mengakibatkan kurang tekun.

Berusaha membesarkan “merasa”, dan juga tekun dan telaten mencari kesalahan diri, sebaiknya harus diusahakan, agar supaya JANGAN SAMPAI KURANG CUKUP.

Jika manusia berniat dengan sungguh-sungguh mencari ilmu yang nyata, itu dalam perbuatannya selalu tetap dalam keadaan : WASPADA dan TEPAT memperhatikan KEHENDAK DIRI dalam setiap harinya. Jangan menoleh ketika MENGAWASI HASRAT DIRI, Jangan berubah dalam memperhatikan tumbuhnya “Niat”.

DALAM MENGENDALIKAN HASRAT DAN Konsentrasi dalam NIAT, itu yang disebut tekun, telaten membetulkan kesalahannya atau merubah cela dirinya.

Mengendalikan dan konsentrasi itu, singkat katanya : Menjalankan kewajiban menyembah yang dilakukan dalam siang dan malam harinya.

Semakin ajeg/tekun dalam berusaha, semakin hilang lah penutup dan kotorannya.

Semakin berkurang kesalahannya, semakin mendekat kepada Anugerah (Sifat Ketuhanan).

Mata yang tertutup kotoran mata, melihat : Dunia ini gelap penuh penghalang bagaikan kabut tebal.

Tidak melihatnya mata atas terangnya matahari itu, karena tertutup kotoran yang bernama kotoran mata.

Jika saja pikiran percaya begitu saja kepada penglihatan mata , itu merupakan kesalahan yang rangkap, yaitu : yang pertama, dalam menetapkan bahwa duni ini, itu gelap penuh dengan kabut. Kedua, karena tidak mengetahui bahwa matanya tertutup kotoran mata.

Pikiran yang percaya begitu saja kepada mata yang menipu demikian itu, menjadi gambaran bagi manusia yang tidak bisa merasa.

Dalam MENETAPKAN gelap atas dunia, itu sama maknanya dengan dalam menetapkan TIDAK ADA KOTORAN di matanya. Ketepan dua macam yang salah itu tadi, MENGHILANGKAN NIAT untuk membersihkan kotoran. Sehingga, modal nomor satu bagi seseorang yang mencari terangnya mata yang tertutup kotoran mata itu : MENGAKUI ADANYA KOTORAN MATA YANG BERADA DI MATA, serta berniat MEMBERSIHKAN KOTORAN MATA-NYA.

Penciuman, pendengaran, rasa lidah dan rasa badan itu, itu juga sering menipu seperti penglihatan, ketika ketempatan kotoran atau ketika sakit. Yang seperti itu, jika PIKIRANNYA TERBAWA, merupakan KESALAHAN YANG RANGKAP bagi pikiran.

Penjelasan di atas itu sebagai contoh : SUKMA ketika terbawa arus oleh Pancaindra (Angan-angan dan rahsa).

Sukma sebagai ibarat : Pikrian. Mata sebagai ibarat : Angan-angan, rahsa. Hawa nafsu diibaratkan sebagai kotoran mata.

Kotoran atau karena sakitnya pancaindra menyebabkan TIDAK BISA MELIHAT kepada YANG NYATA, seperti penglihatan ketika ditak melihat kepada terangnya cahaya matahari.

Yang seperti itu jika saja, sukma hanya percaya apa adanya saja (Terbawa arus) kepada angan-angan dan rahsanya, yang menyebabkan kebodohannya menjadi rangkap dua, yaitu : yang pertama, ketika tidak melihat (tidak percaya) kepada Yang Nyata Adanaya, Yang kedua, ketika tidak bisa melihat (tidak mengakui) terhadap kotoran atau sakit yang bertempat di angan-angan dan rahsanya. Yang pada akhirnya menetapkan bahwa terangnya Yang Nyata itu menjadi TIDAK ADA serta dirinya merasa TIDAK KOTOR.

Mengakui atau mengetahui kotoran dari angan-angan dan rahsa itu tadi, agar bisa MENJADI TERANG, jika dengan cara ketekunan dan teliti di dalam ketenangan (bersih). Semakin tekun dan semakin teliti, semakin terang atas kesalahan dari angan-angan, dan juga cacatnya rahsa. Semakin jelas dan semakin berhati-hati ketika konsentrasi melihat Yang Nyata, semakin berkurang kesalahan karena kotoran, menjadi semakin terang dan jelas penglihatan rahsanya.

Mata yang selamanya tidak bisa melihat kepada terangnya cahaya matahari, disebut “buta”, dan mata yang bisa melihat disebut “Melihat”.

Melihat itu keberuntungan, buta itu sial.

Makna melihat Yang Nyata itu HILANG KESALAHAN DAN SAKITNYA PANCAINDRA, karena telah hilang kotorannya menjadikan semakin terangnya melihat Yang Nyata.

Makna buta kepada Yang Nyata itu, selamanya tidak bisa melihat kepada Yang Nyata, karena pancaindranya sakit atau penuh kotoran (hawa nafsu) sehingga tidak bisa melihat.

Yang demikian itu jika dirasa-rasakan, ternyata : Buta kepada Yang Nyata itu bisa dikatakan Buta yang sangat buta, artinya : Lebih buta dibanding kebutaan mata sejak lahir.

Karena : Buta kepada matahari itu hanya sebentar, dan hanya remeh saja. Sedangkan buta kepada Yang Nyata, itu sangat lama sekali, dan untuk urusan penting yang teramat sangat penting.

Manusia yang MENGAKUI terhadap adanya Yang Nyata, serta tidak bisa melihatnya diakuinya DIKARENAKAN KOTORAN DAN SAKITNYA ANGAN-ANGAN DAN RAHSANYA, manusia yang seperti itu sudah termasuk ribuan dari yang bisa merasa.

Dari daya kekuatan merasa itu tadi, maka akan bisa menumbuhkan niat untuk mencari kesalahan atau kotorannya.

Sedangkan KETEKUNANNYA dan TELITINYA itu, tergantung dari KEPATUHANNYA, yaitu : KUATNYA NIAT.


NYANYIAN MACAPAT : KINANTHI

Mangka kang aran laku // lakune ngelmu sejati // tan dahwen pati openan // tan panasten nota jail // tan njurungi ing kaardan // amung eneng mamrih ening. (Wedhatama Winardi)

Sedangkan yang disebut menjalankan // menjalankan ilmu sejati // tidak usil // tidak mudah terbakar hatinya dan tidak jahil // tidak menuruti hawa nafsu // hanya tenteram agar menjadi hening (tenang) .

Sakitnya Kesalahan


Sakitnya Kesalahan Dan Enaknya Kebenaran

Sakitnya kesalahan bernama : Yang harus dialami (panandang).

Enaknya kebenaran disebut : PAHALA

Benar dan salahnya dan juga enak dan tidak enaknya (sakit), disebut KARMA yang bermakna “Perbuatan” (Panggawe) dan Buahnya Perbuatan.

Yang dimaksud merasa salah : Mengerti dan mengakui kebenaran pengadilan kodrat.

Sikap hati tentang merasa dan mengakui kebenaran pengadilan, disebut : Bisa menerima, yang dalam Bahasa Arab disebut dengan “Ikhlas”. Itu bagi hati atas pengadilan Kodrat. Yang dalam bahasa Melayu : Sikap hati terhadap keadilan Kodrat.

Rela itu menghilangkan anggapan : SIKSA. Atas apa yang dialaminya, menetapkan KEPERLUAN.

Dan Ikhlas itu yang menghilangkan akibat yang dirasakan oleh “hati”, karena sikap hati SELARAS dengan berjalannya Pengadilan.

Mencari “Kebenaran” menghasilkan : Penerang dan kesantausaan, yaitu kelepasan dan merdeka.

Seseorang yang selalu menggerutu, resah, mengeluh, iri hati dan sebagainya, itu berasal dari : Tidak selarasnya sikap hati dengan adanya pengadilan.

Semua itu mengandung rasa : GUGATAN kepada berjalannya kodrat, yang dirasa tidak adil.

Contoh lainnya : Timbulnya mengeluh, marah, nafsu, sakit hati, menyangkal, mangkel, sakit hati, masgul, benci, kecewa, panas dan sebagainya, itu sudah termasuk cucu dari “kesalahan”. Walau pun tidak bermakna MENGGUGAT kepada pengadilan, akan tetapi salah karena “tidak mengetahui atas kesalahan hati” ketika itu.

Kemudian : Walau pun hanya : Iba, tersentuh hatinya, getun, takut, gila, terperanjat dan sejenisnya, oleh karena itu termasuk “Ribuan jenis kesakitan” padahal “sakit: itu akibat dari kesalahan, sehingga ternyata adalah berasal dari kesalahan, yang tidak diketahui asal mulanya..

Kesalahan

Tidak Enaknya Kesalahan Atau Siksa Dari Dosa


Merasa salah atau merasa kotor itu mengarahkan kepada menelaah keadilan kodrat.

Menelaah atas keadilan kodrat itu mengarahkan kepada menelaah kesalahan diri sendiri, yang disebut merasa.

Jika bertemu dengan sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah bahwa itu : Bagian luar, tidak menjadi sesuatu bagi : yang di dalam. Sedangkan intinya : Walau pun ada gunung meletus dan perang bharata Yudha sekali pun, itu bagian luar saja.

Jika menemui sesuatu yang tidak mengenakkan hati, ingatlah, bahwa yang tidak mengenakan itu sebenarnya adalah PERBUATAN DARI HATI ITU SENDIRI, bukan dari “ YANG ADA DI LUAR HATI.

Jika mempunyai dasar batin yang benar dan bersih yang sebenarnya, tidak mungkin tidak merasa enak. Sedangkan bersih itu, ada yang bersih bagi : Urusan luar, ada yang bersih urusan dalam.

Jika menemukan sesuatu yagn tidak mengenakan hati, ingatlah bahwa adanya siksaan itu karena dosa, Artinya : Menjadi adanya tidak enak itu berasal dari kesalahan. Tidak mungkin jika bukan karena dosa, atau : tidak mungkin tumbuhnya tidak enak itu disebabkan karena benar dan bersih.

Tidak usah terlalu jauh menelusuri dosa yang sudah lama terjadi. Dosa yangs ekarang ini saja yang sudah jelas (ketika sedang mengalami tidak enak saja).

Bentuk dosanya adalah : Mengapa harus merasakan yang membuat tidak enaknya hati, padahal itu sudah jelas membawa masuk kepada tidak enak, mengapa tidak menghindar saja. Apakah itu bukan kesalahan? Karena kesalahan, apakah tidak menerima siksaannya? Kesimpulannya : Yang memerintah untuk menjalani yang membuat tidak enaknya hati itu tadi.

Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan rasa hati, sudahlah, jangan bertanya lagi, tentu karena berasal dari gerak hatinya sendiri yang menyebabkan menjadi susah, (salah dalam perbuatan), menyimpang dari benar yang sebenarnya, yaitu benarnya bagian dalam, bukan benar bagi bagian luar. Tanda bahwa itu salah : Terbukti menjadi ujud yang tidak mengenakan hati itu tadi.

Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, dan tidak bisa menyimpulkan seperti penjelasan di atas itu, karena memang benar-benar sulit.

Ingatlah : Apakah “TIDAK BISA” itu bukan suatu kesalahan? Apakah “Tidak bisa” atau “yang sulit” itu akan dijadikan pedoman untuk menghindar dari kesalahannya itu?. Tidak mengetahui bahwa “Tidak bisa” dan “Sulit” itu sudah termasuk merupakan kesalahan? Artinya : Itulah adalah wilayahnya salah, atau anak keturunannya kesalahan. Sehingga yang diingat : hanya karena “BELUM TAHU” saja atas kesalahannya. Sedangkan “Tidak tahu: itu adalah anak cucu dari kesalahan juga.

Jika bersjumpa lagi dengan sesuatu yang tidak mengenakan hati. Jangan hanya mengetahui saja : Yang ada di luar hati. Ketahui juga : yang ada di dalam hati, yaitu di dalam hatinya sendiri (Jangan mengingat-ingat YANG DIRASA-RASAKAN, Ingatlah YANG DIGUNAKAN untuk merasakannya).

Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, bertanyalah kepada pikirannya sendiri, apakah TIDAK ENAK itu bermanfaat? Jika bermanfaat, seharusnyalah giat dalam menjalaninya.

Jika sudah mengerti : bahwa tidak ada gunanya, namun jika diterjang, itu salah siapa? Menurut ilmu luar saja, sudah bertanya sebagai berikut : Yang bermanfaat itu IKHTIARNYA atau KECEWANYA?

Jika menemukan sesutu yang tidak mengenakan hati. Jika belum bisa ditemukan atas kesalahan sebagai penyebabnya, itu berarti masih salah dalam mencarikesalahannya. Tanda salahnya : Karena belum bisa menemukannya itu tadi.

Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, namun ternyata karena atas kesalahan orang lain diluar hati dan sudah disepakati oleh orang banyak bahwa seharusnya atau sebenarnya memang tidak enak (karena sudah menjadi pemahaman umum) ingatlah saja bahwa itu menjadi sebutan “benar”, belum menjadi benar yang sebenarnya.

Yang di maksud dari buku ini : BENAR YANG SEBENARNYA, bukan hanya BENAR saja. Benar itu hanya untuk urusan luar. Sedangkan “Benar yang sebenarnya” itu untuk urusan dalam. Jika hanya menerima yang biasa saja, tidak usah membicarakan urusan dalam (batin) Karena hal itu akan dihindari oleh yang mencari : Benar yang sebenarnya yang sulit teramat sulit untuk menempuhnya.

Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, cobalah bertanya kepada Budi-nya sendiri APAKAH RASA JATI IKUT MERASA TIDAK ENAK, KARENA SUDAH BENAR, PADA UMUMNYA DAN KESEPAKATAN MANUSIA SEDUNIA. Tentu tidak. Karena rasa jati belum tentu menganggap baik atas yang sudah dianggap baik oleh rahsa.

Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, ingatlah kepada kata-kata : “CINTA itu bisa membutakan”. Rasa tidak enak itu karena “Terbelenggu cinta kepada dirinya sendiri”. Itu, yang membutakan hati. Butanya hati : Lupa bahwa diri sendiri itu bukan benar yang sebenarnya atas keadaan yang tertuju atas rasa Cinta dari yang memenuhi dunia.

Jika menemukan sesuatu yang tidak mengenakan hati, TANYAILAH DIRIMU SENDIRI : Wahai..... pencari, tunjukan kemampuanmu, karena sekarang aku sedang mengalami yang tidak enak. Apalah gunanya aku mencari ilmu batin, jika rasa senangku hanya jika : Mendapatkan apa yang pada umumnya menyenangkan atau : Susah jika menemukan yang menyusahkan. Jika hanya pada umumnya hanya seperti itu saja. Tidak ada gunanya mencari ilmu batin.

Lanjut baca

Syurga dan Neraka

Adanya Surga Dan Neraka

Merasakan atau ingat, terhadap kebaikan Tuhan, itu disebut, mengetahui cara bersyukur.

Merasakan atau mengingat-ingat terhadap kebaikan sesama makhluk hidup, itu disebut mengetahui cara berterima kasih.

Mengetahui cara bersyukur, itu berarti, menyampaikan rasa berterima kasih kepada Tuhan.

Mengetahui selalu mendapat kebaikan dari sesamanya, itu berarti merasa telah menerima kebaikan dari sesamanya.

Mengetahui cara bersyukur itu, adalah lawan dari mengeluh, resa, khawatir, merasa kurang beruntung dan sebagainya.

Mengetahui cara berterima kasih dan selalu bersyukur itu sering salah dalam penerapannya, karena keduanya itu adalah bermakna MERASA TELAH MENERIMA KEBAIKAN.

Mengeluh, resa, khawatir, merasa kurang beruntung, itu mengandung makna merasa TIDAK ADIL atas Takdir Tuhan yang menimpa dirinya.

Muak, tidak enak hati atau marah itu berarti, menganggap tidak adil atas perbuatan orang lain terhadap dirinya.

Tanda-tanda orang yang sudah dewasa, MANUSIA SEJATI, itu PERTAMA : Jika selalu merasa bersyukur, jarang mengeluh, KEDUA : Jika selalu merasakan atas kebaikan orang lain dan jarang marah-marah.

Ciri-ciri orang yang belum dewasa MANUSIA YANG SEJATI, itu, PERTAMA : Jika sering berkeluh kesah, jarang bisa memaknai rasa bersyukur. KEDUA, Jika selalu mengingat-ingat kejelekan orang lain. Dan jarang ingat kepada kebaikan orang lain.

Senang menghitung-hitung kebaikan Tuhan itu mempengaruhi banyak bersyukur dan, jarang mengeluh.

Senang menghitung-hitung kebaikan orang lain, itu mempunyai daya menyebabkan suka berterimakasih kepada sesamanya, dan jarang susah di dalam perasaannya.

Seseorang yang membiasakan diri bersyukur dan berterimakasih itu mempercepat kedewasaan dari sifat manusianya yang sejati.

Seseorang yang membiasakan berkeluh kesan dan marah-marah memperlambat kedewasaan dari sifat manusianya yang sejati.

Seseorang yang merasakan bersyukur dan menerima kenyataan dirinya akan mendapatkan ketenangan hati, ketenteraman hati dan terang daya berpikirnya.

Orang yang merasakan atas rasa syukurnya dan rasa berterima kasih itu di dalam hatinya ketempatan biji yang dayanya menumbuhkan dingin dan terang. Biji tersebut yang menarik menuju ke dalam surga.

Seseorang yang selalu merasa berkeluh kesah dan selalu marah maka di dalam hatinya akan ditumbuhi biji yang dayanya berhawa panas dan gelap. Biji tersebut itu yang menarik adanya Neraka.

Surga dan neraka itu, sebenarnya adalah RASA PERASAAN bukan TEMPATNYA.

Surga itu bersal dari RASA yang sejuk dan terang (Rasa enak), Neraka itu berasal dari RASA yang panas dan kegelapan (Rasa tidak enak).

Seseorang yang selalu tenang hatinya itu, akan selalu digiring ke Surga.

Seseorang yang hatinya selalu panas dan gelap, selalu digiring ke neraka.

Rasa sejuk dan terang, dan rasa panas dan gelap itu disebut : Alam Sahir, sedangkan Surga – Neraka itu : disebut alam Kabir.

Sehingga, alam Kabir itu, bermakna : Kelanjutan dari rasa dan perasaan.

KEBERADAAN alam Kabir : berasal dari ADANYA alam Sahir, akan tetapi keberadaannya bersamaan.

Hilangnya alam Kabir, karena hilangnya alam Sahir. Akan teapi terjadi hilangnya itu, bersamaan.

Semua manusia itu, bisa membuat Surga dan bisa membuat Neraka.

Surga buatan itu, yang bisa merasakannya hanya bagi yang membuatnya itu sendiri. Sedangkan orang lain yang tidak ikut membuatnya : Tidak akan bisa ikut merasakannya.

Neraka buatan itu, yang bisa merasakannya hanya bag yang membuatnya itu sendiri, Yang tidak ikut membuatnya, tidak bisa ikut merasakannya.

Manusia yang sedang mengalami alam surga : Tidak percaya bahwa neraka itu ada. Hanya surga yang dikiranya yang ada. Karena perasaan bagi yang sedang berada di surga, dimana-mana pun tempatnya, adalah surga semua. Di seluruh dunia walau di cari pun tidak akan bisa ditemukan yang bernama neraka. Tidak ada tempat walau sebesar lubang jarum yang ada nerakanya.

Singkat kata : Angkasa raya yang luasnya tidak berbatas : Semuanya berisi kesenangan yang menerangi hati. Semua isi dunia tidak ada yang tidak menyenangkan hati, dan tidak ada yang tidak membuat terangnya hati. Semua yang terlihat semuanya menyenangkan dan menerangi hati.

Manusia yang sedang mengalami alam neraka, tidak akan percaya bahwa surga itu ada. Hanya neraka saja yang dikiranya ada. Karena didalam perasaanya bagi yang sedang berada di neraka : Dimana pun saja, neraka semua. Walau pun dicari di seluruh dunia, tidak ada yang bernama surga.

Singkat kata : Angkasa raya yang luasnya tidak berbatas : Semuanya berisi rasa panas, kebingungan, gelisah dan membuat gelap pikirannya.. Semua isi dunia tidak ada yang tidak membuat panas dan kesusahan hati,. Semua yang terlihat membuat kesusahan dan memanaskan serta membuat gelap perasaan.

Seseorang yang sedang merasakan surga; mengapa mengira bahwa neraka itu tidak ada : itu bagaikan manusia yang masih di alam dunia. .Ketika tidak mempercayai bahwa surga dan neraka itu memang ada. Dikiranya hanya alam dunia ini saja yang ada. Karena di seluruh dunia yang tanpa batasa, walau pun dicari : tidak ada tempat selebar lobang jarum yang ada surga dan nerakanya. Yang ada hanya keduniaan saja.

Seseorang yang sedang merasakan neraka, mengapa tidak mempercayai bahwa surga itu ada : itu tidak berbeda dengan manusia yang masih berada di alam dunia : Ketika tidak percaya bahwa alam halus itu ada. Karena, walau pun dicari di seluruh dunia tidak akan bisa ditermukan yang bernama Alam Kehalusan.

Jika ada yang bertanya : “Apakah surga dan neraka itu ADA atau TIDAK?”, itu sebaiknya kepada yang bertanya diminta terlebih dahulu untuk berpikir tentang arti kata ADA dan TIDAK ADA, itu ada artinya atau tidak ada artinya.

Jika sudah mengerti arti kata ADA dan kata TIDAK ADA, barulah akan bisa mengerti, bahwa surga itu memang benar adanya bagi orang yang mengalaminya. TIDAK ADA : bagi yang tidak mengalami. Neraka itu ADA bagi yang mengalami. TIDAK ADA : bagi yang tidak mengalami.

Di bawah ini, jadikanlah sebagai contoh:

Suara itu, ada atau kah tidak? Bagi yang memiliki pendengaran menyebutnya : ADA, Bagi yang tidak memiliki pendengaran : Menyatakan TIDAK ADA.

Suasana terang, segala rupa dan warna, itu ADA apa TIDAK ADA?. Bagi yang memiliki penglihatan menyebutnya ADA. Bagi yang tidak memiliki penglihatan : Menyebutnya TIDAK ADA.

Surga itu, ADA ataukah TIDAK? Yang memiliki perasaan terang dan dingin, (Enak) menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki perasaan terang dan dingin, menyebutnya : TIDAK ADA.

Neraka itu, ADA ataukah TIDAK? Yang memiliki perasaan Gelap dan rasa skit (tidak enak): Menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki, Menyebutnya TIDAK ADA.

Dunia ini, ada apa tidak, Yang memiliki ingatan dan memiliki rasa perasaan : Menyebutnya ADA. Yang tidak memiliki daya ingat dan tida memiliki rasa perasaan mengatakan TIDAK ADA.

Tuhan itu ADA apa TIDAK? Yang memiliki budi dan rasa : menyebutkan ADA, yang tidak memiliki BUDI dan RASA : Mengatakan TIDAK ADA. Contoh lainnya :

Buah pare itu enak ataukah tidak? Yang senang memakannya, mengatakan enak. Yang tidak mau memakannya mengatakan tidak enak.

Si naya baik atau buruk? Yang menyenanginya mengatakan baik. Yang membencinya mengatakan buruk. Begitulah seterusnya.

ooOOoo

SERAT WULANG REH : WIRANGRONG

1

Den samya marsudeng budi, // wiweka dipunwaspaos, // aja dumeh dumeh bisa muwus, // yen tan pantes ugi, // sanadyan mung sakecap, // yen tan pantes prenahira.

Berusahalah memperbaiki budi pekerti // pertimbangan harus di dahulukan // jangan hnnya karena bisa berbicara // jika hal itu tidak pantas // walau hanya sepatah kata // jika tidak tepat penempatannya.


2

Kudu golek mangsa ugi, // panggonan lamun miraos, // lawan aja age sira muwus, // dununge den kesthi, // aja age kawedal, // yen durung pantes rowangnya.

Harus mencari waktu yang tepat itu seharusnya // tempatnya juga harus diperhitungkan jika ingin bicara // penempatannya harus tepat // jangan segera diucapkan // jika belum pantas siapa teman bicaranya.


3

Rowang sapocapan ugi, // kang pantes ngajak calathon, // aja sok metua wong calathu, // ana pantes ugi, // rinungu mring wong kathah, // ana satengah micara.

Teman bertutur kata // yang pantas diajak membicarakan sesuatu // jangan sembarang bicara // ada yang tidak pantas juga // jika didengar oleh orang banyak // ketika sedang berbciara.


4

Tan pantes akeh ngawruhi, // mulane lamun miraos, // dipun ngarah-arah ywa kabanjur, // yen sampun kawijil, // tan kena tinututan, // mulane dipun prayitna.

Tidak pantas jika banyak yang mendengarnya // sehingga jika ingin bicara // dipertimbangkan terlebih dahulu jangan sampai sembarang bicara // jika ucapan telah keluar // tidak bisa ditarik kembali // maka dari itu berhati-hatilah dalam berbicara.

Lanjut baca
loading...